Affliction (2021) - Ide Yang Fresh Namun Tidak Didukung Oleh Naskah Yang Baik
Director : Teddy Soeriaatmadja
Writer : Teddy Soeriaatmadja
Country : Indonesia
Release Date : 21 Januari 2021 (Netflix)
Ketika tahu mas Teddy akan membuat film horor debut maka ekspektasi saya agak sedikit tinggi karena melihat rekam jejak mas Teddy yang cukup gemilang dalam menggarap film drama yang tak biasa apalagi melihat jajaran castingnya yang makin membuat film ini terlihat menjanjikan. Saya tanpa ragu langsung membuka layar laptop dan membuka Netflix untuk menonton film ini.
Film ini bercerita tentang keluarga Hasan(Ibnu Jamil) dan istrinya, Nina(Raihaanun) yang baru saja kehilangan ibunya karena bunuh diri. Sebelum kematian ibunya Nina melihat ada bayangan ibunya yang melihat kearahnya seperti memberikan tanda jika ibunya akan meninggal. Singkat cerita, tiba-tiba saat Hasan sedang pergi bekerja ada orang asing yang masuk kerumahnya untuk memberi tahu jika penyakit bundanya Hasan(Tutie Kirana) semakin parah dan dia mengaku sebagai pengasuhnya bilang jika sudah tidak bisa lagi menjaga bunda dan menyuruh Hasan untuk mengejuk bundanya. Akhirnya setelah diskusi, Hasan dan Nina pergi untuk mengejuk bunda di kampung bersama dua anaknya, Tasya(Tasya Putri) dan Ryan(Abiyyu Barakbah). Setelah sampai disana muncul berbagai keanehan mulai dari bunda yang seperti diganggu dan juga hantu anak kecil yang meneror Nina,Ryan dan Tasya. Nina merasa jika ada yang aneh dan ada sesuatu yang dirahasiakan oleh Hasan dimasa lalunya.
Film ini memiliki premis dan ide cerita yang sangat menarik apalagi film psychological thriller di Indonesia masih sangat jarang sekali, jadi masih banyak hal yang bisa dieksplor di genre ini. Penyutradaraan Teddy difilm ini juga terasa cukup kuat apalagi dibagian drama keluarga dan masa lalu yang memang sudah menjadi kekuatannya. Tapi sayang sekali, seperti kebanyakan film misteri di Indonesia, cerita yang diawal disajikan dengan cukup menarik malah semakin mengendur terutama di paruh kedua film. Affliction memiliki tempo yang sangat lambat dalam menguak misteri-misteri.
Namun tempo lambat yang harusnya bisa membuat saya makin penasaran dan semakin mudah mengerti bagaimana misteri itu perlahan dibuka justru malah membuat saya merasa dibodohi karena banyak sekali hal-hal yang terkesan tidak masuk akal dan tiba-tiba, seperti contohnya karakter Hasan yang tidak dibangun dengan baik sehingga apa yang terjadi dengan Hasan malah membuat saya bingung. Bahkan kecacatan logika juga banyak terjadi difilm ini karena sebagai contoh, saat Bunda Hasan meninggal, semua seakan terjadi begitu saja dan langsung berpindah ke adegan setelah ibunya meninggal tanpa kita tahu bagaimana Bunda dikubur dan apa respon dari tetangga setelah kematiannya, atau mungkin Bunda langsung aja dikubur diem-diem? pokoknya sangat membingungkan deh. Film ini sudah bertempo lambat bukannya untuk membuat planting di paruh ketiga malah seakan mau memperpanjang durasi tapi anehnya dibagian ending tiba-tiba temponya ini berubah menjadi sangat cepat seperti seakan semua misteri harus diselesaikan dalam waktu 10 menit. Sangat mengecewakan dari segi naskahnya, tidak memiliki pondasi yang kuat dan sangat kedodoran dalam membangun misteri.
Sedangkan untuk akting dari jajaran cast difilm ini saya rasa adalah kelebihan yang cukup untuk menutupi kelemahan dari segi cerita, meski bingung dengan tempo dan pembangunan karakter namun saya masih bisa merasakan teror dan penderitaan yang dialami oleh Nina dan Bunda. Raihaanun membuat film ini terasa hidup dan Tutie Kirana membuat film ini bisa disebut Psychological Thriller. Untuk Ibnu Jamil, masih cukup menampilkan akting yang baik meskipun bukan dalam performa terbaik, ya mungkin ekspektasi saya aja yang lumayan tinggi setelah perannya di film Mudik. Dea Panendra juga cukup mencuri perhatian meskipun screen timenya sedikit namun dia tetap memberikan suguhan emosi dan kemisteriusan yang cukup kuat. Tutie Kirana dan Raihanuun benar-benar menolong agar saya bisa berempati dengan karakter Bunda dan Nina, kalau saja mereka tidak tampil sebagus itu mungkin saya tidak peduli saat kematian Bunda dan saat Nina merasa panik dan kehilangan. Gak salah emang saya milih Raihaanun sebagai aktris favorit versi saya dan untuk Dea Panendra, kalau nanti ada kesempatan main lagi sebagai lead dan menampilkan performa yang konsisten atau bahkan lebih keren lagi dari saat dia menjadi supporting, mungkin anda nanti masuk list saya juga.
Visual film ini juga memiliki kekuatan yang khas, berwarna abu-abu tapi masih sedap dipandang mata. Ditunjang juga dengan sinematografi yang ciamik dari Robie Taswin juga Ruddy Hermanto sebagai Penata Artistik yang sangat baik dalam menggambarkan isi cerita. Untuk masalah editing juga banyak sekali adegan dengan transisi yang kasar dan cukup menganggu.
Overall, Teddy mampu menawarkan ide dan pendekatan yang cukup fresh di film ini dengan visual yang sangat baik ditambah dengan directing dan kemampuan akting kelas A. Affliction bukanlah sebuah sajian horror berisik nan gelap layaknya Danur atau Sebelum Iblis Menjemput, Affliction adalah horror atmosferik yang terornya berasal dari masa lalu. Film ini meskipun rasanya memiliki budget yang tidak terlalu mahal tapi Teddy mampu mengemasnya dengan cukup brilian dan semaksimal mungkin. Hanya saja bagi saya ending dari sebuah film misteri atau horror adalah parameter nilai kualitas dari film misteri atau horror, semua kelebihan dari aspek teknis tidak mampu membuat film ini masuk jajaran film berkualitas versi saya.
RATE PRIBADI 5.5/10
Comments
Post a Comment